A.
Pengertian Kata
Kata adalah
satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri atau kata adalah kumpulan
dari beberapa huruf yang mengandung arti tersendiri.
B. Jenis –
Jenis Kata
1. Nomina
(kata benda)
nama dari seseorang, tempat atau semua benda dan segala yang di bendakan, misalnya: buku, meja, dll.
nama dari seseorang, tempat atau semua benda dan segala yang di bendakan, misalnya: buku, meja, dll.
2. Verba
(kata kerja)
kata yang menyatakan suatu tindakan atau pengertian dinamis, misalnya baca, lari, dll.
kata yang menyatakan suatu tindakan atau pengertian dinamis, misalnya baca, lari, dll.
3. Adjectiva
(kata sifat)
kata yang menjelaskan kata benda, misalnya: keras, cepat.
kata yang menjelaskan kata benda, misalnya: keras, cepat.
4. Adverbia
(kata keterangan)
kata yang memberikan keterangan pada kata yang bukan kata benda, misalnya: sekarang, agak, dll.
kata yang memberikan keterangan pada kata yang bukan kata benda, misalnya: sekarang, agak, dll.
5. Promina
(kata ganti)
kata penggati kata benda, misalnya: ia, itu, dll.
kata penggati kata benda, misalnya: ia, itu, dll.
6. Numeralia
(kata bilangan)
kata yang menyatakan jumlah benda atau hal atau menunjukan urutannya dalam suatu deretan, misalnya: satu, kedua, dll.
kata yang menyatakan jumlah benda atau hal atau menunjukan urutannya dalam suatu deretan, misalnya: satu, kedua, dll.
"Kata
tugas adalah jenis kata di luar kata-kata di atas yang berdasarkan
peranannya"
C. Bagian – Bagian
Kata
1. Kata
dasar (akar kata)
kata yang paling sedarhana yang belum memiliki imbuhan, juga dapat di kelompokkan sebagai bentuk asal (tunggal) dan bentuk dasar (kompleks), tetapi berbedaan kedua bentuk ini tidak dapat di bahas di sini.
kata yang paling sedarhana yang belum memiliki imbuhan, juga dapat di kelompokkan sebagai bentuk asal (tunggal) dan bentuk dasar (kompleks), tetapi berbedaan kedua bentuk ini tidak dapat di bahas di sini.
2. Afiks (imbuhan)
Satuan
terikat (seperangkat huruf tertentu) yang apabila di tambahkan pada kata
dasar akan mengubah makna dan membentuk kata baru. Afiks tidak dapat berdiri
sendiri dan harus melekat pada satuan lain seperti kata dasar. istilah afiks
termasuk, prefiks, sufiks, dan konfiks.
3. Prefiks
(awalan)
Afiks (imbuhan) yang melekat di depan kata dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.
Afiks (imbuhan) yang melekat di depan kata dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.
4. Sufiks
(akhiran)
Afiks yang melekat di belakang kata dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.
Afiks yang melekat di belakang kata dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.
5. Konfiks
(sirkumfiks / simulfiks)
Secara simultan (bersamaan), satu afiks melekat di depan kata dasar dan satu afiks melekat di belakang kata dasar yang bersama-sama mendukung satu fungsi.
Secara simultan (bersamaan), satu afiks melekat di depan kata dasar dan satu afiks melekat di belakang kata dasar yang bersama-sama mendukung satu fungsi.
6. Kata
turunan (kata jadian)
kata yang baru di turunkan dari kata dasar yang mendapat imbuhan.
kata yang baru di turunkan dari kata dasar yang mendapat imbuhan.
7. Keluarga
kata dasar
kelompok kata turunan yang semuanya berasal dari satu kata dasar dan memiliki afiks yang berbeda.
kelompok kata turunan yang semuanya berasal dari satu kata dasar dan memiliki afiks yang berbeda.
D.
Pembentukan Kata
Untuk dapat
digunakan di dalam kalimat atau pertuturan tertentu, maka setiap bentuk dasar,
terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk lebih dahulu
menjadi sebuah kata gramatikal, baik melalui proses afiksasi, proses
reduplikasi, maupun proses komposisi. Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat,
yaitu:
1. Inflektif
Alat yang
digunakan untuk penyesuaian bentuk itu biasanya berupa afiks, yang mungkin
berupa prefiks, infiks, dan sufiks atau juga berupa modifikasi internal, yakni
perubahan yang terjadi di dalam bentuk dasar itu.
2. Derivatif
Pembentukan
kata secara infektif, tidak membentuk kata baru, atau kata lain yang berbeda
identitas leksikalnya dengan bentuk dasarnya. Hal ini berbeda dengan
pembentukan kata secara derivatif atau derivasional. Pembentukan kata secara
derivatif membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama
dengan kata dasarnya.
PROSES
MORFEMIS
Afiksasi
adalah
proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini
terlibat unsur-unsur:
1. Dasar
atau bentuk dasar
2. Afiks
3. Makna gramatikal yag dihasilkan
Proses ini
dapat bersifat inflektif dan dapat pula bersifat derivatif. Namun, proses ini
tidak berlaku untuk semua bahasa. Ada sejumlah bahasa yang tidak mengenal
proses afiksasi ini.
Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya
berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses
pembentukan kata. Sesuai dengan sifat kata yang dibentuknya, dibedakan adanya
dua jenis afiks, yaitu afiks inflektif dan afiks derivatif.
Afiks yang
Umum
Prefiks: ber-, di-, ke-, me-, meng-, mem-,
meny-, pe-, pem-, peng-, peny-, per-, se-, ter-
Sufiks: -an, -kan, -i, -pun, -lah, -kah,
-nya
Konfiks: ke – an, ber – an, pe – an, peng –
an, peny – an, pem – an, per – an, se – nya
Infiks: -el-, -er-, -em-, -in-, -ah-
Mempelajari
proses pembentukan kata-kata dan metode pembubuhan afiks merupakan kunci untuk
memahami makna kata-kata turunan dan belajar membaca teks Bahasa Indonesia.
Sebagian besar kata yang terdapat dalam surat kabar dan majalah Indonesia
berafiks. Jika seseorang mengerti makna kata dasar, ia dapat mengerti makna
sebagian besar kata yang berasal (diturunkan) dari kata dasar itu dengan
menggunakan kaidah umum untuk masing-masing jenis afiks.
Berikut ini
adalah penjelasan singkat dari beberapa afiks yang telah disebutkan di atas:
ber- : Menambah prefiks ini membentuk
verba (kata kerja) yang sering kali mengandung arti (makna) mempunyai atau
memiliki sesuatu. Juga dapat menunjukkan keadaan atau kondisi atribut tertentu.
Penggunaan prefiks ini lebih aktif berarti mempergunakan atau mengerjakan
sesuatu. Fungsi utama prefiks “ber-“ adalah untuk menunjukkan bahwa subyek
kalimat merupakan orang atau sesuatu yang mengalami perbuatan dalam kalimat
itu.
-kan : Menambah sufiks ini akan
menghasilkan kata kerja yang menunjukkan penyebab proses pembuatan atau
timbulnya suatu kejadian. Fungsi utamanya yaitu untuk memindahkan perbuatan
verba ke bagian dalam kalimat.
ke-an : Konfiks ini yang paling umum
digunakan dalam Bahasa Indonesia. Konfiks ini adalah untuk:
1. Membentuk
nomina yang menyatakan hasil perbuatan atau keadaan dalam pengertian umum yang
menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan kata dasar.
2. Membentuk
nomina yang menunjuk kepada tempat atau asal.
3. Membentuk
adjektif yang menyatakan keadaan berlebihan.
4. Membentuk verba yang menyatakan
kejadian yang kebetulan.
Bedakan
dengan kata berawalan “p” yang dilekati awalan “pe-“ yang keduanya luluh
menjadi “pem-“, misalnya “pemimpin” bukan “pimpin” yang diberi infiks “-em-“
melainkan “pimpin” yang diberi awalan “pe-“.
Sisipan
-in-:
Kerja =
kinerja
Sambung =
sinambung
Dikarenakan
tidak ada suatu daftar kata-kata yang dapat diimbuhi infiks, maka diperlukan
pengetahuan kosakata bahasa Indonesia untuk misalnya membedakan bahwa kata
“keledai” bukanlah kata “kedai” yang diberi sisipan “-el-“.
Kesalahan
Afiks
Kesalahan penggunaan afiks yang
ditemukan cukup beragam. Ada banyak ketidaktepatan dalam menentukan afiks yang
akan digunakan dalam proses verbalisasi maupun nominalisasi. Afiks - afiks
tersebut sering digunakan terbalik-balik, misalnya seharusnya memakai afiks me-
tetapi menggunakan afiks ber- dan demikian pula sebaliknya. Ketidaktepatan
tersebut akan berakibat tidak tepatnya sense kalimat yang dibentuk dan
bergesernya arti kalimat tersebut.
Contoh
kesalahan-kesalahan penggunaan afiks:
1. Saya
nikmat perjalan di Indonesia.
2. Kalau
orang tua perceraian, anaknya sering tinggal dengan ibunya.
3. Ketika
saya membaca tentang perkelahian pelajar, saya mengherankan.
Alternatif
pembenarannya:
1. Saya
menikmati perjalanan di Indonesia.
2. Kalau
orang tua bercerai, anak-anaknya sering tinggal bersama ibunya.
3. Ketika
saya membaca berita tentang perkelahian pelajar, saya heran.
Reduplikasi
adalah
proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara
sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi, seperti meja-meja (dari
dasar meja), reduplikasi sebagian seperti lelaki (dari dasar laki), dan
reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik).
Reduplikasi semu, seperti mondar-mandir, yaitu sejenis bentuk kata yang
tampaknya sebagai hasil reduplikasi, tetapi tidak jelas bentuk dasarnya yang
diulang.
Proses
reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional) dan dapat pula bersifat
derivasional. Reduplikasi yang paradigmatic tidak mengubah identitas leksikal,
melainkan hanya memberi makna gramatikal. Misalnya, meja-meja berarti “banyak
meja” dan kecil-kecil yang berarti “banyak yang kecil”. Yang bersifat
derivasional membentuk kata baru atau kata yang identitas leksikalnya berbeda
dengan bentuk dasarnya. Dalam bahasa Indonesia bentuk laba-laba dari dasar laba
dan pura-pura dari dasar pura.
Khusus
mengenai reduplikasi dalam bahasa Indonesia ada beberapa catatan yang perlu
dikemukakan, yakni:
Pertama, bentuk dasar reduplikasi dalam
bahasa Indonesia dapat berupa morfem dasar seperti meja yang menjadi meja-meja,
bentuk berimbuhan seperti pembangunan yang menjadi pembangunan-pembangunan, dan
bisa juga berupa bentuk gabungan kata seperti surat kabar yang menjadi
surat-surat kabar atau surat kabar-surat kabar.
Kedua, bentuk reduplikasi yang disertai
afiks prosesnya mungkin:
1) proses reduplikasi dan proses afiksasi itu terjadi bersamaan seperti pada bentuk berton-ton dan bermeter-meter.
2) proses reduplikasi terjadi lebih dahulu, baru disusul oleh proses afiksasi, seperti pada berlari-lari dan mengingat-ingat (dasarnya lari-lari dan ingat-ingat)
3) proses afiksasi terjadi lebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh proses reduplikasi, seperti pada kesatuan-kesatuan dan memukul-memukul (dasarnya kesatuan dan memukul).
1) proses reduplikasi dan proses afiksasi itu terjadi bersamaan seperti pada bentuk berton-ton dan bermeter-meter.
2) proses reduplikasi terjadi lebih dahulu, baru disusul oleh proses afiksasi, seperti pada berlari-lari dan mengingat-ingat (dasarnya lari-lari dan ingat-ingat)
3) proses afiksasi terjadi lebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh proses reduplikasi, seperti pada kesatuan-kesatuan dan memukul-memukul (dasarnya kesatuan dan memukul).
Ketiga, pada dasar yang berupa gabungan
kata, proses reduplikasi mungkin harus berupa reduplikasi penuh, tetapi mungkin
juga hanya berupa reduplikasi parsial. Misalnya, ayam itik-ayam itik dan sawah
ladang-sawah ladang (dasarnya ayam itik dan sawah ladang) contoh yang
reduplikasi penuh, dan surat-surat kabar serta rumah-rumah sakit (dasarnya
surat kabar dan rumah sakit) contoh untuk reduplikasi persial.
Keempat, banyak orang menyangka bahwa
reduplikasi dalam bahasa Indonesia hanya bersifat paradigmatis dan hanya
memberi makna jamak atau kevariasian. Namun, sebenarnya reduplikasi dalam
bahasa Indonesia juga bersifat derivasional. Oleh karena itu, munculnya
bentuk-bentuk seperti mereka-mereka, kita-kita, kamu-kamu, dan dia-dia tidak
dapat dianggap menyalahi kaidah bahasa Indonesia.
Kelima, ada pakar yang menambahkan adanya
reduplikasi semantis, yakni dua buah kata yang maknanya bersinonim membentuk
satu kesatuan gramatikal. Misalnya, ilmu pengetahuan, hancur, luluh, dan
alim ulama.
Keenam, dalam bahasa Indonesia ada
bentuk-bentuk seperti kering kerontang, tua renta, dan segar bugar di satu
pihak; pada pihak lain ada bentuk-bentuk seperti mondar-mandir,
tunggang-langgang, dan komat-kamit, yang wujud bentuknya perlu dipersoalkan.
Komposisi
adalah hasil
dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas
maupun yang terikat sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki
identitas leksikal yang berbeda atau yang baru.
Dalam bahasa
Indonesia proses komposisi ini sangat produktif. Hal ini dapat dipahami, karena
dalam perkembangannya bahasa Indonesia banyak sekali memerlukan kosakata untuk
menampung konsep-konsep yang belum ada kosakatanya atau istilahnya dalam bahasa
Indonesia. Produktifnya proses komposisi itu dalam bahasa Indonesia menumbulkan
berbagai masalah dan berbagai pendapat karena komposisi itu memiliki jenis dan
makna yang berbeda-beda. Masalah-masalah itu antara lain masalah kata majemuk.
Yang menarik
adalah meskipun EYD telah mengatur dengan cukup jelas tata cara penulisan
gabungan kata, masih banyak ditemukan kesalahan yang dilakukan pengguna bahasa
Indonesia dalam menuliskan kata majemuk.
Prinsip ringkas penulisan kata gabungan adalah:
Prinsip ringkas penulisan kata gabungan adalah:
1. Ditulis
terpisah antar unsurnya. Contoh: darah daging.
2. Boleh
diberi tanda hubung untuk menegaskan pertalian dan menghindari salah
pengertian. Contoh: orang-tua muda.
3. Ditulis
terpisah jika hanya diberi awalan atau akhiran. Contoh: berterima kasih.
4. Ditulis
serangkai jika sekaligus diberi awalan dan akhiran. Contoh: menyebarluaskan.
5. Ditulis
serangkai untuk beberapa lama yang telah ditentukan. Contohnya: manakala,
kilometer.
Konversi dan
Modifikasi Internal
Konversi,
sering juga disebut derivasi zero, transmutasi dan transposisi, adalah proses
pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur
segmental.
Modifikasi internal
(sering disebut juga penambahan internal atau perubahan internal) adalah proses
pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke
dalam morfem yang berkerangka tetap.
Pemendekan
adalah
proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi
sebuah bentuk singkat tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya.
Hasil proses pemendekan ini kita sebut kependekan. Misalnya, bentuk lab
(utuhnya laboratorium), hlm (utuhnya halaman), l (utuhnya liter), hankam
(utuhnya pertahanan dan keamanan), dan SD (utuhnya Sekolah Dasar).
Produktivitas
proses morfemis
Yang
dimaksud dengan produktivitas dalam proses morfemis ini adalah dapat tidaknya
proses pembentukan kata itu terutama afiksasi, reduplikasi, dan komposisi
digunakan berulang-ulang yang secara relatif tak terbatas, artinya ada
kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut. Proses inflektif atau
paradigmatis karena tidak membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya
tidak sama dengan bentuk dasarnya, tidak dapat dikatakan proses yang produktif.
Proses inflektif bersifat tertutup.
E.
Pengertian kalimat
Kalimat
adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri,mepunyai pola intonasi
final,dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa atau dalam
linguistik,kalimat adalah satuan dari bahasa atau arus ujaran yang berisikan
kata atau kumpulan kata yang memiliki pesan atau tujuan dan di akhiri dengan
intonasi final.
F. Macam –
Macam Kalimat
1. Kalimat
aktif dan Kalimat pasif
Kalimat
aktif adalah kalimat yang memiliki subjek untuk melakukan pekerjaan dan
predikat yang berupa kata kerja me-atau ber- dan di-
2. Kalimat
langsung dan Kalimat tidak langsung
Kalimat
langsung adalah kalimat yang menirukan ucapan orang dan pada bagian kutipan
berupa kalimat tanya dan kalimat perintah menggunakan tanda petik
(“.....”)
Kalimat
tidak langsung adalah kalimat yang menceritakan kembali kepada orang lain yang
pada bagian kutipan berubah menjadi kalimat berita.
3. Kalimat
tunggal sederhana dan Kalimat tunggal luas
Kalimat
tunggal sederhana adalah kalimat terdiri dari kata yang menduduki jabatan
subjek,predikat dan objek.
Kalimat
tunggal luas adalah kalimat tunggal yang samping terdiri atas kata yang
menduduki fungsi sebagai subjek,predikat dan objek yang terdapat unsur
perluasan pada kalimat.
Kalimat
majamuk adalah kalimat yang mempunyai dua struktur kalimat yaitu kalimat dasar
atau kalimat lebih.
1. kalimat
majemuk setara (koordinasi)
2. kalimat
majemuk bertingkat
3. kalimat
majemuk bertingkat
4. Kalimat efektif
Kalimat
efektif adalah kalimat yang menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran
pendengar atau pembaca
5. Kalimat
berita
Kalimat beritaadalah suatu kalimat yang peristiwa atau kejadian.
6. Kalimat perintah
Kalimat beritaadalah suatu kalimat yang peristiwa atau kejadian.
6. Kalimat perintah
Kalimat perintah
adalah kalimat yang berisi peritah kepada orang lain untuk melakukan sesuatu
dan untuk mendapatkan tanggapan sesuatu
Kalimat
tanya adalah
suatu kalimat yang mengandung pertanyaan tentang yang belum di ketahui
G.
Pembentukan kalimat
1. Unsur Kalimat
Unsur
kalimat adalah fungsi sintaksis yang dalam buku-buku tata bahasa Indonesia lama
lazim disebut jabatan kata dan kini disebut peran kata, yaitu subjek (S),
predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket). Kalimat bahasa
Indonesia baku terdiri dari sekurang-kurangnya atas dua unsur, yakni S dan P.
Unsur yang lain (O, Pel, dan Ket) dalam suatu kalimat dapat wajib hadir, tidak
wajib hadir, atau wajib tidak hadir.
a. Subjek
adalah
bagian kalimat yang menunjukkan pelaku, tokoh, sosok (benda), sesuatu hal, atau
suatu masalah yang menjadi pangkal/pokok pembicaraan. Subjek biasanya diisi
oleh jenis kata/frasa benda (nominal), klausa, atau frasa verbal.
1. Ayahku
sedang melukis.
2. Meja
direktur besar.
3. Yang berbaju batik dosen saya.
Selain ciri
di atas, S dapat juga dikenali dengan cara bertanya dengan memakai kata tanya
siapa (yang)… atau apa (yang)… kepada P. Kalau ada jawaban yang logis atas
pertanyaan yang diajukan, itulah S. Jika ternyata jawabannya tidak ada atau
tidak logis berarti kalimat itu tidak mempunyai S.
Inilah
contoh “kalimat” yang tidak mempunyai S karena tidak ada atau tidak jelas
pelaku atau bendanya.
1. Bagi
siswa sekolah dilarang masuk.
(yang benar
: Siswa sekolah dilarang masuk)
2. Di sini
melayani resep obat generik.
(yang benar
: Toko ini melayani resep obat generik).
3. Melamun
sepanjang malam.
(yang benar
: Dia melamun sepanjang malam)
b. Predikat
adalah
bagian kalimat yang memberi tahu melakukan (tindakan) apa atau dalam keadaan
bagaimana S (pelaku/tokoh atau benda di dalam suatu kalimat). Selain memberi
tahu tindakan atau perbuatan S, prediksi dapat pula menyatakan sifat, situasi,
status, ciri, atau jatidiri S. Termasuk juga sebagai P dalam kalimat adalah
pernyataan tentang jumlah sesuatu yang dimiliki S. Predikat dapat berupa kata
atau frasa, sebagian besar berkelas verba atau adjektiva, tetapi dapat juga
numeralia, nomina, atau frasa nominal.
Perhatikan contoh berikut ini.
Perhatikan contoh berikut ini.
1. Kuda
meringkik.
2. Ibu
sedang tidur siang.
3. Putrinya cantik jelita.
Tuturan di
bawah ini tidak memilik P karena tidak ada kata-kata yang menunjuk perbuatan,
sifat, keadaan, ciri dan status pelaku/bendanya.
1. Adik saya
yang gendut lagi lucu itu.
2. Kantor
kami yang terletak di Jln. Gatot Subroto.
3. Bandung
yang terkenal sebagai kota kembang.
c. Objek
adalah
bagian kalimat yang melengkapi P. Objek pada umumnya diisi oleh nominal, frasa
nominal, atau klausa. Letak O selalu di belakang P yang berupa verba transitif,
yaitu verba yang menuntut wajib hadirnya O seperti pada contoh dibawah ini.
a. Nurul
menimang……....(bonekanya)
b. Arsitek merancang………....(sebuah
gedung bertingkat)
Jika P diisi
oleh verba intransitif, O tidak diperlukan.
a. Nenek
sedang tidur.
b.
Komputerku rusak.
c. Tamunya
pulang.
Objek dalam
kalimat aktif dapat berubah menjadi S jika kalimatnya dipasifkan. Perhatikan
contoh kalimat berikut yang letak O-nya di belakang dan lihat ubahan posisinya
bila kalimatnya dipasifkan.
a. Serena
Williams mengalahkan Angelique Wijaya [O].
a.
*Angelique Wijaya [S] dikalahkan oleh Serena Williams.
b. Orang itu
menipu adik saya [O].
b. *Adik
saya [S] ditipu orang itu
d. Pelengkap
Pelengkap
(Pel) atau komplemen adalah bagian kalimat yang melengkapi P. Letak Pel umumnya
di belakang P yang berupa verba. Posisi seperti itu juga ditempati oleh O, dan
jenis kata yang mengisi Pel dan O juga sama, yaitu dapat juga berupa nominal,
frase nominal, atau klausa. Namun, antara Pel dan O terdapat perbedaan.
Perhatikan contoh di bawah ini.
1. Ketua MPR
// membacakan // Pancasila.
S
P
O
2. Banyak
orsospol // berlandaskan // Pancasila.
S
P
Pel
Beda Pel dan
O adalah Pel tidak dapat dipasipkan menjadi subjek, sedangkan O dapat
dipasipkan menjadi subyek.
Posisi
Pancasila sebagai Pel pada contoh no. 2 di atas tidak dapat dipindahkan ke
depan menjadi S dalam kalimat pasip.
Contoh yang
salah : Pancasila dilandasi oleh banyak orsospol (X)
Akan tetapi
Pancasila sebagai O pada contoh no. 1 di atas dapat dibalik menjadi S dalam
kalimat pasip.
Contoh :
Pancasila dibacakan oleh Ketua MPR.
S
P
O
Hal lain
yang membedakan Pel dan O adalah jenis pengisinya.Selain diisi oleh nomina dan
frase nominal, Pel dapat pula diisi oleh frase adjektival dan frase
preposisional. Di samping itu, letak Pel tidak selalau persis di belakang P.
Kalau dalam kelimatnya terdapat O, letak Pel adalah di belakang O sehingga
urutuan penulisan bagian kalimat menjadi S-P-O-Pel.
Berikut
adalah beberapa contoh pelengkap dalam kalimat.
1. Sutardji
membacakan pengagumnya puisi kontemporer.
2. Mayang
mendongengkan Rayhan Cerita si Kancil.
3. Sekretaris itu mengambilkan
atasannya air minum.
Bedakan : - Sekretaris itu mengambil air
minum untuk atasannya.
- Annisa
mengirim kopiah bludru untuk kakaknya.
(Kata
atasannya dan kakanya menjadi Keterangan (Ket.), sedangkan air minum dan kopiah
bludru adalah Objek).
e.
Keterangan
Keterangan
(Ket) adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai halmengenai S,P,O, dan
Pel. Posisinya bersifat manasuka, dapat di awal, di tengah, atau di akhir kalimat.
Pengisi Ket adalah frase nominal, frase preposional, adverbal, atau klausa.
1.
Sekretaris itu mengambilkan atasannya air minum dari kulkas. (ket. Tempat)
2. Rustam
Lubis sekarang sedang belajar. (ket. Waktu)
3. Lia
memotong roti dengan pisau. (ket. alat)
0 komentar:
Posting Komentar