Jika Anda belum membaca bagian pertama
dan kedua, ada baiknya baca dulu agar cerita nyambung dan lebih nikmat. Selamat
menikmati dan mengambil hikmah, mudah-mudahan memberikan inspirasi, dan Anda
selalu mengatakan saya tidak akan menyerah.
Kisah “Saya Tidak Akan Menyerah”
Dimulai… Setelah bertemu dengan Bang Soleh yang sudah sukses memiliki jasa
service sepatu premium di salah satu mall, mang Udin menjadi lebih semangat
dalam bekerja. Dia jelas terinspirasi oleh bang Soleh. Dalam hatinya dia
berharap dan yakin harapannya akan tercapai. Dia selalu berdo’a setiap hari,
bahkan bangun malam untuk shalat tahujud dan memanjatkan do’a agar kehidupannya
lebih baik. Selain itu, dia meminta istrinya untuk ikut mendo’akannya. Tidak
lupa juga, dengan sengaja silaturahim ke rumah orang tua dan mertuanya untuk
meminta dorongan do’a. Dan dia setiap hari terus berusaha, menjajakan jasanya
dengan pikulannya berkeliling . Rasa optimis ini ternyata menjadikan
penghasilan jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya. Penghasilannya sudah
lumayan dan tidak pernah lagi api di dapurnya padam. Tidak pernah lagi anaknya
jalan kaki karena tidak punya ongkos ke sekolah. Bahkan mang Udin dan istrinya
sudah mulai menabung untuk masa depan kedua anaknya.
Perbaikan ekonomi mang Udin tidak
menjadikannya malas. Dia malah makin bersemangat dan terus bersyukur serta
masih tetap berharap bahwa usahanya akan lebih baik. “Yah, saya bersyukur usaha
ayah sudah lebih baik. Hanya saja saya bertanya-tanya, kapan kita akan seperti
bang Soleh yah?” kata istrinya sambil membereskan bekas makan malam mereka.
“Tenang saja bu, insya Allah suatu saat akan datang saatnya. Seperti kondisi
kita saat ini, bukankah ini harapan kita dimasa lalu? Sekarang sudah menjadi
kenyataan.” jawab mang Udin, sambil membantu istrinya mengangkat tumpukan
piring kotor ke dapur. “Iya, ibu yakin. Ngomong-ngomong, apa yang dilakukan
ayah supaya lebih baik seperti bang Soleh?” kata istrinya sambil menatap
suaminya. “Iya juga, selama ini ayah berdo’a dan tetap keliling. Tapi,
bagaimana yah caranya supaya bisa ningkatin usaha ayah?” kata mang Udin sambil
mikir. “Ya udah, tidak usah dipikirkan. Ibu sudah sangat bersyukur. Bisa makan
setiap hari, bisa membekali anak-anak
ke sekolah, bisa menabung, dan membeli pakaian. Ini sudah lebih dari cukup.
Syukuri saja yang ada, tidak usah terlalu muluk-muluk.” kata istrinya sambil
melangkah ke dapur mau mencuci piring.
Mang Udin memikirkan apa yang dikatakan
istrinya. Dia bingung, bagaimana caranya untuk meningkatkan usahanya, meski dia
optimis. “Apa yah yang harus saya lakukan?” pikir dia. “Apakah sudah cukup
mensyukuri yang ada dan tidak usaha muluk-muluk ingin lebih baik lagi?”
pikirannya makin dalam, memikirkan apa yang dikatakan istrinya. Namun dia
teringat apa yang dikatakan bang Soleh, bahwa dia pada awalnya juga bingung.
Kemudian berubah menjadi bisa. “Oh iya, mungkin sekarang masih bingung, tapi
nanti saya akan menemukan jawabannya. Saya tidak akan menyerah untuk hidup yang
lebih baik.” itu yang dikatakannya dalam pikirannya, tanpa terasa dia sambil
mengepalkan tangannya saking semangat. Ternyata istrinya melihat, sambil
tersenyum bertanya: “Ngapain yah, koq kayak mau ninju gitu?” “Ayah tidak akan
menyerah!” kata mang Udin sambil menoleh istrinya. “Lho, setahu ibu, ayah tidak
pernah menyerah dari dulu. Itu yang membuat ibu dan anak-anak bangga ke ayah.”
jawab istrinya sambil tersenyum. “Maksud ayah, saya tidak akan menyerah untuk
meraih apa yang ayah inginkan.” jawab mang Udin semangat. “Oooo.” kata
istrinya. “Tapi bagaimana caranya yah?” dilanjutkan dengan pertanyaan. “Ayah
belum tau sekarang, tapi akan mencari tau. ” jawab mang Udin tetap semangat.
“Waw… semangat ni yee… ” kata istrinya sambil tertawa.
Keesokan harinya, seperti biasa mang
Udin keliling untuk menjajakan jasanya memperbaiki sepatu. Sepulang keliling,
dia melihat sebuah sepeda motor di depan rumahnya. Dia bertanya-tanya, itu
sepeda motor siapa. “Assalamu’alaikum…” katanya sambil membuka pintu.
“Wa’alaikum salam”, jawab istrinya sambil menghampiri mang Udin. Kemudian istri
mang Udin mengambil gelas dan mengisinya dengan air teh hangat. “Ini minumnya
yah.” kata istri Mang udin sambil menyodorkan gelas. “Terima kasih bu. Itu
motor siapa?” tanya mang Udin sambil melirik ke luar. “Oh iya, itu motor bang
Soleh.” jawab istrinya. “Mana bang Soleh-nya?” tanya mang Udin semangat. “Tadi
kan hanya ibu di rumah, jadi bang Soleh nunggu di Masjid sebelah katanya.”
jelas istri mang Udin yang memang tidak pernah menerima tamu bukan muhrim saat
suaminya tidak ada di rumah. “Oh, kalau gitu ayah mau susul ke Masjid sekalian
shalat Maghrib.” jelas mang Udin yang langsung menuju Masjid di dekatnya.
“Assalamu’alaikum bang Soleh.” kata mang Udin begitu melihat bang Soleh yang
sedang duduk di teras masjid. Tentu saja bang Soleh menjawab salam dan
menyambutnya. Mereka pun berbicang-bincang saling menanyakan kondisi dan
keluarga. Mereka terlihat begitu senang dan cerita. Setelah shalat maghrib,
mereka pun langsung menuju rumah. Sesampainya di rumah, istrinya sudah
menyiapkan makan malam. “Ayo bang, makan dulu.” kata istri mang Udin. “Nggak
usah, tidak akan lama koq. Saya hanya ingin mengundang mang Udin ke bengkel
sepatu saya di Mall. Kebetulan teman saya mau datang dan ingin ngobrol dengan
mang Udin.” kata bang Soleh. “Teman yang memodali abang maksudnya?” tanya mang
Udin penasaran sambil penuh harap. “Iya. Tadi pagi ngobrol, katanya ingin buka
bengkel sepatu baru di mall lain. Saya menyarankan mang Udin yang
mengelolanya.” jelas bang Soleh. “Yang bener?” tanya mang Udin dengan mata
berbinar. “Iya… ” jawab bang Soleh sambil tersenyum. “Besok ditunggu sekitar
jam 10 pagi.” “Boleh-boleh, insya Allah saya datang.” kata mang Udin dengan
semangat.
Setelah mereka makan malam, bang Soleh
pun pulang. Mang Udin langsung mengucapkan syukur karena mendapatkan peluang
yang dia impikan selama ini. “Betul kan bu? Kita jangan menyerah.” kata mang
Udin sambil menatap istrinya. “Coba kalau kita menyerah, jangan-jangan peluang
ini tidak datang.” lanjut mang Udin memotong istrinya yang akan bicara. “Iya
yah, alhamdulillah.” jawab istrinya sambil tersenyum tidak bisa menyembunyikan
kegembiraannya.
Keesokannya, mang Udin sengaja tidak
keliling, dia langsung ke Mall untuk menemui teman bang Soleh. Sekitar 1 jam
mang Udin, bang Soleh, dan teman bang Soleh berbicara. Kemudian mang Udin pun
pulang dengan wajah yang kurang ceria. Sesampainya di rumah, dia disambut
istrinya. “Bagaimana yah?” kata istrinya dengan semangat. “Tidak jadi bu.”
jawab mang Udin. “Kenapa yah?” tanya istrinya. “Katanya ayah belum siap untuk
mengelola bengkel sepatu profesional. Dia minta ayah belajar dulu mengelola
usaha.” jelas mang Udin. “Ya udah lah, tidak apa-apa. Kita lanjutkan saja yang
sudah berjalan dengan baik.” jawab istrinya dengan raut kecewa, namun berusaha
menghibur diri dan suaminya. “Saya tidak akan menyerah bu. Ayah memang kecewa,
tetapi pertemuan tadi memberikan hikmah yang luar biasa bagi ayah. Ternyata
selama ini, ayah tidak pernah menyiapkan diri, tidak pernah belajar agar siap
meningkatkan usaha. Jadi, saat peluang itu datang, ayah tidak siap.” jelas mang
Udin masih menyimpan nada semangat. “Kita sudah meminta kepada Allah, namun
saat Allah memberikannya, kita sendiri yang tidak siap.” lanjut mang Udin. “Oh
gitu… Iya juga. Tapi yang sudah, sudahlah. Kesempatan tidak datang dua kali.”
kata istrinya sambil mengambil air minum untuk mang Udin. “Memang betul bu,
kesempatan tidak datang dua kali, tetapi mungkin puluhan, ratusan, bahkan
jutaan. Saya tidak akan menyerah, ayah akan mempersiapkan diri untuk menyambut
peluang-peluang lainnya.” jelas mang Udin makin semangat. Istrinya tersenyum
sambil geleng-geleng. “Kenapa bu? Ngejek ayah yah?” tanya mang Udin menatap
istrinya penasaran. “Bukan begitu. Ibu jadi tambah kagum ke ayah, dan senang
saat ayah mengatakan ‘saya tidak akan menyerah’. Bisa katakan sekali lagi yah?”
pinta istrinya sambil menatap mang Udin, tidak lupa sambil tersenyum. Mang Udin
pun langsung menyambut permintaan istrinya sambil mengepalkan tangan dan
tersenyum: “Insya Allah saya bisa, saya tidak akan menyerah, sebab ada Allah
yang membantu saya.” **** Bersambung ke bagian 4.
Sumber: http://www.motivasi-islami.com/saya-tidak-akan-menyerah/
Sumber: http://www.motivasi-islami.com/saya-tidak-akan-menyerah/
0 komentar:
Posting Komentar